![]() |
Hasil cumi-cumi tangkapan nelayan Bagan. (Foto: Istimewa) |
Anambas, antena.id — Di balik birunya laut Kepulauan Anambas, keresahan sedang mengendap di hati para nelayan bagan. Hasil tangkapan yang semestinya menjadi harapan justru berubah menjadi beban. Di tengah melimpahnya cumi-cumi, harga justru jatuh ke titik paling menyakitkan: Rp20 ribu per kilogram. Di balik gejolak ini, sebuah drama monopoli harga diduga dimainkan oleh mereka yang seharusnya berdiri di sisi nelayan. Ironisnya, bukan karena cuaca atau kualitas hasil tangkapan—melainkan karena dugaan permainan harga yang melibatkan oknum penting di organisasi nelayan itu sendiri.
Nama Dedy Syahputra, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kepulauan Anambas, disebut-sebut sebagai salah satu aktor kunci dalam kisruh ini. Tuduhan mengarah pada intervensi terhadap salah satu penampung cumi yang selama ini menjadi penyelamat para nelayan. Atian dan Juf (tempurung), mereka dikenal berani membeli hasil tangkapan nelayan dengan harga lebih tinggi.
“Dia beli lebih mahal dari penampung lain. Selisihnya bisa 5 sampai 7 ribu per kilogram. Itu sudah sangat membantu kehidupan kami,” ujar Fitra Hadi dari Aliansi Nelayan Anambas kepada antena.id di Tarempa. Namun, Atian kini tak lagi bisa menampung, gudang penyimpanannya penuh, dan 70 ton cumi-cumi hasil tangkapan nelayan tak bisa dikirim ke Jakarta. Alasannya mengejutkan, ada intervensi.
Menurut Fitra, tekanan datang bukan hanya dari sesama penampung, tapi juga dari Ketua HNSI sendiri. Bahkan kapal collecting ABG Kepri, yang biasanya mengangkut cumi ke ibu kota, kini tak bisa lagi memuat kiriman dari Atian. “Kami dapat kabar langsung dari pemilik kapalnya. Ada tekanan dari kelompok penampung dan Ketua HNSI agar tidak mengangkut cumi milik Atian,” katanya. Senin, 26/5/2025.
Kondisi ini membuat Atian berhenti membeli. Dan nelayan pun limbung.
Siswandi, seorang nelayan bagan, menyampaikan keresahannya. Ia menyebut harga cumi kini anjlok hingga Rp20 ribu, bahkan di bawah itu. “Sebelum-sebelumnya masih bisa 30 sampai 34 ribu. Sekarang, katanya karena cumi lagi banjir, jadi harga ditekan,” ujarnya.
Namun, menurut para nelayan, musim panen seharusnya membawa keuntungan, bukan kerugian. “Kami ini hidup dari laut. Kalau harga ditekan seperti ini, bagaimana kami bisa bawa uang pulang?” ucap Sis lirih.
Ia juga mempertanyakan fungsi HNSI yang seharusnya menaungi semua jenis nelayan, bukan hanya kelompok tertentu. “Kami ini nelayan bagan, bukan pancing ulur. Tapi kenapa kami seperti tidak punya tempat mengadu?”
Saat ini, suasana di kalangan nelayan Anambas dipenuhi tanya. Apakah organisasi nelayan masih menjadi perpanjangan suara rakyat laut? Atau sudah menjadi alat kepentingan segelintir elit di kalangan pemgusaha perikanan.
Para nelayan menanti jawaban. Sementara laut terus bergelombang.
Diceritakan Fitra, sebelumnya Ketua HNSI menghubungi Atian untuk bertemu dengan penampung-penampung untuk membahas harga beli.
"Saat mendapatkan informasi itu, saya telpon Dedy dan menyampaikan 'seharusnya kau tidak menelpon Atian untuk bertemu penampung-penampung, apalagi membahas soal harga. Yang perlu kau lakukan mendukung Atian dan siapapun yang membeli dengan harga tinggi,'. Dan harusnya, Ketua HNSI sampaikan ke penampung-penampung yang lama begini, 'kenapa pula saya kalian suruh turunkan harga Atian, yang benarnya kalian ikut harga Atian. Karna saya Ketua Nelayan, saya harus bantu Nelayan'." kata Fitra kepada ketua HNSI.
Saat dijelaskan Fitra melalui sambungan telpon, Ketua HNSI Anambas, Dedy Syahputra mengurungkan diri untuk memanggil Atian. Setelahnya, Atian membeli lagi dengan harga 38 ribu per kg. Namun hanya bertahan satu hari -- Dedy langsung memanggil Atian kembali.
"Ketika Atian membeli dengan harga 38 ribu per kg, langsung dipanggil Atian oleh Dedy untuk bertemu dengan penampung-penampung. Dalam rapat tersebut sempat bersitegang sampai mau lempar-lempar gelas. Tapi Atian santai-santai aja dalam pertemuan itu, tetap bersikukuh dengan harganya, bersaing dengan sehat" kata Fitra.
Selang 2 hari sejak pertemuan itu, kapal ABG. Kepri masuk ke Tarempa. Namun, pihak Atian dihambat agar tidak bisa memuat cumi-cumi ke kapal tersebut. "Atian di hambat, tidak bisa kirim cumi-cumi, karna Dedy menghubungi pemilik Kapal ABG Kepri. Mereka cut disitu," ujar Fitra.
Paska keberangkatan kapal ABG. Kepri, Atian hanya mampu membeli tangkapan hasil nelayan Bagan selama 2 hari. Hal ini dikarenakan cumi-cumi sebanyak 70 ton tidak bisa dikirim, sedangkan tempat penyimpanan nya telah penuh. Dan akhirnya tutup gudang.
"Jadi pertanyaan sekarang, kalau sesama penampung berkonflik tidak ada masalah.Itu biasa. Tapi kalau konflik ini didukung oleh Ketua HNSI, itu sudah salah. Cacat moral dan etika. Karna dia telah mengkhianati nelayan se-Anambas. Seharusnya Ketua HNSI mendukung penampung yang beli harga tinggi agar nelayan sejahtera. Kalau perlu HNSI datangkan investor untuk membeli tangkapan nelayam dengan harga tinggi, jangan sampai nanti saya buka hal-hal lain, pelan-pelan, akan saya buka itu kedepan. Masih banyak lagi perbuatan-perbuatan yang diduga melanggar hukum, " kata Fitra dengan nada kesal.
Terakhir, Fitra mengatakan bahwa, "Apa yang dilakukan oleh saudara Dedy hari ini melukai hati nelayan se-Anambas. Tidak seharusnya beliau mendukung praktek-praktek monopoli harga yang menekan nelayan. Perbuatan itu cacat moral, bukan hanya melukai hati nelayan, bahkan melukai hati seorang tokoh mendiang almarhum pak Tarmizi yang tidak diragukan lagi pengorbanan nya dalam memperjuangkan nasib nelayan. Dedy ini kader saya. Saya mentor Dedy yang mengajarkan dia bagaimana menerobos birokrasi dan membangun mentalnya. Tapi saya tidak menduga akhir-akhir ini dia melakukan perbuatan yang menyedihkan. Saya mempertanyakan moral Dedy," ucap Fitra dengan sedih.
![]() |
Fitra Hadi, Aliansi Nelayan Anambas |
Sementara itu, Ketua HNSI Anambas, Dedy Syahputra membantah dugaan menghalang-halangi yang dilakukan pihaknya kepada Atian untuk memuat cumi-cumi ke kapal collecting. Menurutnya, KM. Abg Kepri memprioritaskan pelaku usaha yang awal.
"Yang awal artinye pelaku usaha yang awal bersame ABG. Kepri (adalah) skala prioritas. Jadi, pelaku usaha diluar itu, tentu ye kalau ade space kosong atau memungkinkan tentu dimuat," kata Dedy.
Lanjut Dedy, HNSI Anambas hanya sebatas menjembatani agar kapal ABG. Kepri masuk tepat waktu. "Agar ape? Kendala ABG. Kepri, tentu kendala pelaku usaha. Berdampak ke pelaku usaha tentu nanti berimbas nye ke nelayan. Kite tak mau terulang seperti 2 tahun lewat. Dimane cumi itu tak ade yang beli karne kapal tak masuk," ucap Dedy.
Saat ditanya mengenai pemanggilan Atian oleh pihaknya, Dedy mengatakan bahwa hal itu merupakan tindak lanjut dari keluhan pedagang pasar dan keluhan pelaku usaha kecil yang menampung sedikit lalu dijual ke penampung besar.
"Kenapa itu perlu diakomodir, tentu biar ade titik temu. Nah persoalan nanti apekah tidak ade kesepakatan ye sudah ini bicare pasar yang menentukan. Contoh cumi dipasar itu akan mengikuti harge penampung, karena pasar itu penyeimbang. Kalau misal harge penampung itu 35 ribu per kilo, di pasar itu nanti harge nye bise jadi nelayan jual ke pedagang pasar sekitar 40 ribu per kilo. Akhirnye pedagang jual ke masyarakat 50ribu per kilo. Ini kan tentu ade dampak ke masyarakat, make kite mencari solusi-solusi itu," kata Dedy.
Selain itu, Dedy turut menjelaskan pertemuan yang dilakukan oleh penampung-penampung dengan Atian. "Pade pertemuan itu memang tidak ade titik temu terkait harge. Yang pasti HNSI punye prinsip kenaikan harge kite sangat mendukung, karne untuk membantu nelayan.Tetapi tujuan ini juga tidak mematikan pelaku usaha kecil yang lain. Seperti itu," kata Dedy.
Terakhir, Dedy mengatakan segala sesuatu harus ditimbang, karena kesuksesan di sektor perikanan tidak hanya satu penampung. "Semua harus menjalankan yang same, keharmonisan pelaku usahe itu penting. Contoh sekarang ini lah, tidak ade pelaku bise ambil cumi sendiri. Tak ade yang mampu, karne keterbatasan, ngelolanye terbatas, contoh, maksimal pelaku usaha bise membeku ade yang 2 ton, ade yang 3 ton, ade yang 5 ton. Kalau musim banjir (banyak) bagaimana hari ini? Ade aje 2 atau 3 pelaku usaha tutup seandainye ni tak bise mengikuti, tentu dampak nye luar biasa," jelas Dedy.
(Virgiawan)