Sumber foto: KOMPAS.com |
Riau, antena.id. -- PERJUANGAN PEREMPUAN PARUH BAYA mencari keadilan di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, sebuah kota yang dijuluki ’Bumi Lancang Kuning’, patut mendapat perhatian dari Komisi Yudisial (KY) dan Ombudsman Republik Indonesia. Nelda Netty (49) seorang ibu tunggal dipaksa harus kehilangan rumahnya atas nama hukum setelah Permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan dicabut tanpa persetujuannya.
Nelda sepertinya tidak mendapatkan pendampingan hukum yang selayaknya, hidup sendiri sebagai perempuan tunggal, hidup dalam ancaman bayang-bayang eksekusi, tentu akan mengalami tekanan batin yang mendalam. Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup, memaksakannya untuk bersandar kepada pengacara prodeo yang disediakan oleh Posbakum Pengadilan Negeri Bangkinang, Kabupaten Kampar. Sayangnya, prodeo itu rapuh dan roboh ketika kuasa hukum dari Posbakum tersebut mencabut permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya.
"Disaat sidang, saya mengajukan permohonan kepada hakim untuk memperbaiki memori PK karena ada kekurangan. Hakim larang saya bicara, permohonan perbaikan memori PK saya ditolak hakim, hakim tidak dapat memutuskan, lalu sidang disekor kira-kira 30 menit agar saya mendiskusikannya bersama kuasa hukum. Saya hanya bicara sebentar bersama kuasa hukum dan saya minta agar dimohonkan untuk diperbaiki memori PK yang kurang itu, karena saya katakan, ini upaya hukum terakhir bagi saya. Setelah itu saya ditinggalkan kuasa hukum saya di suatu ruangan. Tak lama, kuasa hukum saya memanggil saya untuk masuk ke ruang sidang. Tak berselang lama, kuasa hukum saya mengatakan, ”Cabut saja yang mulia.” Hakim berkata, baik kalau begitu, kita cabut secara lisan ya,” sebut Nelda menirukan ucapan Hakim saat menghubungi media ini.
Informasi Biaya Perkara di Pengadilan Negeri Bangkinang Tidak Utuh Hingga Ada Biaya Tambahan
Pada tanggal 25 Mei 2023 Nelda mendatangi PTSP Pengadilan Negeri Bangkinang untuk menanyakan persyaratan administrasi serta biaya perkara dalam upaya hukum Peninjauan Kembali. Dirinya bertemu langsung dengan Siti Fatimah, S.H.,M.H yang kebetulan menjabat sebagai Panitera Pengadilan Negeri Bangkinang kelas 1 B. Nelda mempertanyakan biaya perkara, sebab dirinya takut tidak cukup uang. Ia mendapatkan rincian biaya Peninjauann Kembali (PK) sekitar Rp.2.500.000,- (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) tergantung berapa para tergugatnya.
Setelah mengecek putusan dibagian pertimbangan, Panitera baru mau menerima Permohonan Peninjauan Kembali(PK) yang diajukan dan harus membayar sebesar Rp.8.030.000,- (Delapan Juta Tiga Puluh Ribu Rupiah) berdasarkan rincian dari petugas PTSP Pengadilan Negeri Bangkinang yang dikirimkan via WA.
Nelda diberikan penjelasan bahwa tidak akan ada lagi pembayaran lain hingga perkara tersebut selesai dan sampai keluar putusan pengadilan.
”Saya tidak mempunyai uang lagi untuk mengajukan Peninjauan Kembalai(PK) karena saya sudah habis-habisan untuk memperjuangkan tanah tersebut selama ini,” kata Nelda.
Berkat bantuan pinjaman uang dari teman dan keluarga, Nelda begegas ke ATM untuk melunasi biaya perkara dengan penuh harap.
”Kalau uang Rp.5.000.000,-(Lima Juta Rupiah) tersebut tidak saya setorkan maka dalam waktu 15 (Lima Belas) hari permohonan yang saya ajukan akan dicabut dari buku register pengadilan,” kata Nelda.
Mendengar kabar tersebut Nelda kembali mempertanyakan kepada Siti Fatimah, S.H.,M.H soal biaya tambahan tersebut. “Siapa yang bilang begitu?" ucap Nelda menirukan perkataan Siti Fatimah. ”Kan disurat tertulis seperti itu buk, sementara yang menandatangani surat tersebut kan ibuk Siti Fatimah sendiri,” tegas Nelda.
Ia disarankan jika tidak memiliki uang lagi silahkan membuat surat keterangan tidak mampu dari RT,RW dan lurah untuk pembebasan biaya pengadilan.
Bolak Balik Pengadilan, Jadwal Sidang di Tanggal Merah Hingga Sidang Sering Diundur
Hampir saban hari Nelda terus bolak balik melintasi jalan Panam- Bangkinang sejak mengajukan PK. Perjalanan ke sana sekitar satu jam jika arus lalu lintas lancar, kalau padat kadang bisa satu jam lebih.
”Sidang sering diundur. Kadang hakim sedang sidang lapangan, hakim sedang sakit. Bahkan saya pernah menerima surat pemberitahuan sidang yang betepatan pada hari libur tanggal merah,” ucap Nelda.
Dalam catatan Nelda, ia mengingat berapa kali Pengadilan Negeri Bangkinang memberikan surat pemberitahuan jadwal sidang. ”Seingat saya sudah 3 kali saya terima surat pemberitahuan itu. Tapi semua jadwal yang diberikan itu selalu saja ditunda,”
Setelah sekian kali jadwal sidang diundur, Nelda mendapat kabar Termohon sudah dua kali dipanggil tapi tidak hadir.
Pandangan Ahli Hukum
Menurut Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, S.H, M.H, permohonan Peninjauan Kembali itu hanya bisa didasarkan pada dua alasan. Pertama, adanya kekeliruan dan kekhilafan hakim, waktu pengajuannya 180 hari sejak putusan mempunyai kejuatan hukum tetap.
Kedua, Novum atau keadaan baru bisa diajukan kapanpun ditemukan sejak putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.
”Untuk memori PK yang sepanjang belum diputus hakim, memori PK bisa dirubah dan tambah,” kata Fickar Hadjar saat dihibungi media ini, Kamis, 14/12/23.
Dalam hal pencabutan permohonan PK oleh kuasa hukum, Ia berpendapat harus ada surat kuasa pencabutannya dari klien.
”Karena kuasa hukum mengajukan PK didasari surat kuasa dari client, maka pencabutannya pun harus dengan kuasa mencabut. Intinya jika kuasa akaan mencabut PK harus ada kuasa pencabutan,” sebut dia.
Ia mengatakan, permohonan dan pencabutan sebelum diperiksa tidak memerlukan putusan, jika diajukan dalam waktu diperiksa maka ada penetapan penghentian pemeriksaan.
Merasa Tidak Mendapatkan Keadilan, Nelda Membuat Laporan ke Komisi Yudisial
Setelah upaya hukumnya dicabut sepihak oleh pengacara prodeo Posbakum Pengadilan Negeri Kelas 1 B Bangkinang, Nelda melaporkan ketiga Hakim dalam perakaranya ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung. Ia menduga hakim dan Panitera telah berpihak kepada Termohon. Selama prosesnya Nelda merasa banyak yang tak lazim. Bahkan ia juga melporkan hal ini kepada Ombudsman Republik Indonesia.
Berdasarkan Dokumen Laporan Nelda ke Komis Yudisial yang diterima media ini ada tiga orang hakim yang dilaporkan dan dalam kronologi laporannya terdapat beberapa nama pejabat Panitera Pengadilan Negeri Kelas 1 B Bangkinang.
Pengadilan Negeri Bangkinang yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor: 03/Akta.Pdt/PK/PN Bkn dengan susunan Majelis Hakim sebagai berikut:
1. Nama : ANDRY SIMBILON,S.H.,M.H
Jabatan : Hakim Ketua
Instansi : Pengadilan Negeri Bangkinang
2. Nama : PETRA JEANNY SIAHAAN,S.H.,M.H
Jabtan : Hakim Anggota
Instansi : Pengadilan Negeri Bangkinang
3. Nama : RENY HIDAYATI, SH
Jabatan : Hakim Anggota
Instansi : Pengadilan Negeri Bangkinang Selanjutnya disebut sebagai Terlapor.
Awal mula Nelda mengajukan PK didorong oleh tekanan di saat rumah tempatnya berteduh selama ini akan segera dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Bangkinang pada Selasa, 30 Mei 2023 lalu. Nelda menerima surat ekskusi tersebut pada tanggal 23 Mei 2023. Ekseskusi itu ditunda setelah Nelda menemukan novum baru untuk diajukan PK. Tanpa didampingi pengacara ibu tunggal ini harus terus berjuang meski tidak mengerti bagaimana proses Peninjauan Kembali itu akan dilaluinya.
Perkara yang hampir merenggut separuh dari usianya ini terjadi pada tahun 2001 silam. Saat itu dirinya membeli sebidang tanah dengan luas 50×100 meter persegi, yang berlokasi di Desa Teluk Kenidai, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Pada tahun 2010 Sertifikat Hak Milik (SHM) Nelda yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kampar dibatalkan oleh pengadilan PTUN. Keputusan tersebut akhirnya membatalkan surat SHM. Perjuangannya mencari keadilan tidak akan berhenti meskipun sampai akhirat. Ia berharap hukum di Indonesia dapat memberikan rasa keadilan tanpa harus memilih. (Red).
Catatan; Dalam proses penerbitan tulisan ini kami sudah berupaya mengonfirmasi beberapa nama yang disebut, dan sayangnya hingga tulisan ini diterbitkan, kami belum menerima jawaban. Untuk beberapa nama yang belum dapat kami konfirmasi, kami bersedia memuat hak jawab atau hak koreksi ke email redaksi atau contact person redaksi.