masukkan script iklan disini
Natuna, antena.id - Bupati Natuna, Cen Sui Lan, secara terbuka menyuarakan keprihatinan dan keluhan masyarakat perbatasan di ujung utara Indonesia kepada pemerintah pusat. Dalam forum koordinasi nasional di Ranai, Natuna, ia menekankan pentingnya perubahan pendekatan dalam menjaga kedaulatan tidak hanya dari aspek militer, tetapi juga dari sisi kesejahteraan masyarakat lokal.
Dalam Rapat Koordinasi Forum Sinkronisasi Pengawasan dan Penegakan Hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia yang digelar di Ballroom Jelita Sejuba, Sepempang, Rabu (25-6-2025), Cen Sui Lan mengungkapkan kondisi pelik yang dialami nelayan tradisional Natuna.
“Natuna itu 99 persen laut. Tapi yang kita jaga justru hanya daratannya, yang tidak sampai 1 persen. Sementara di laut, ratusan kapal asing bisa beroperasi hampir sepanjang tahun tanpa tersentuh,” ujarnya, di hadapan pejabat kementerian dan lembaga penegakan hukum.
Ia mengaku prihatin melihat nelayan lokal yang hanya mengandalkan kapal kayu dan alat tangkap seadanya, kalah bersaing dengan kapal asing modern terutama dari Vietnam yang kerap masuk ke Perairan Natuna.
“Natuna ini kaya, tapi masyarakatnya miskin. Saya sebagai bupati merasa sedih. Empat bulan menjabat, saya merasa belum bisa berbuat apa-apa,” ucap, Cen dengan suara bergetar.
Ia juga menyoroti regulasi pengelolaan laut yang dianggap belum berpihak pada daerah kepulauan. Aturan mengenai pembagian wilayah laut 4 mil dan 12 mil, menurutnya, menyulitkan pemerintah daerah untuk mengelola potensi secara mandiri.
Lebih lanjut, Cen mengusulkan keterlibatan swasta dan peningkatan kapasitas alat tangkap nelayan lokal agar bisa menjangkau laut lepas, bukan hanya membiarkan kapal asing yang mendapatkan izin penangkapan di wilayah strategis tersebut.
“Kalau pusat tidak mampu sendiri, kenapa tidak libatkan swasta? Kirimkan kapal-kapal besi agar nelayan kami bisa masuk ke laut lepas. Jangan hanya kapal dari luar yang diberi izin,” tegasnya.
Pernyataan Bupati Cen Sui Lan menggambarkan ketimpangan perlindungan yang dirasakan masyarakat perbatasan. Ia menekankan bahwa menjaga kedaulatan bukan hanya soal radar dan senjata, tetapi juga memastikan masyarakat lokal bisa hidup layak dan merasa menjadi bagian dari NKRI.
“Keberhasilan menjaga kedaulatan tak bisa hanya dinilai dari patroli militer. Ukur juga dari sejahtera atau tidaknya warga perbatasan,” pungkasnya.
Pernyataan ini menjadi sinyal kuat bagi pemerintah pusat untuk tidak lagi menunda pembenahan sistem pengelolaan sumber daya laut dan perlindungan masyarakat pesisir di wilayah strategis seperti Kabupaten Natuna.
(Said)